Selasa, 01 Oktober 2013

Short Story About Happynes

     Alkisah pada suatu senja temaram, tampak seseoarang perempuan cantik berusia empat puluhan, berpakaian indah dan santun, turun dari mobil mewah yang ditumpangi. Dengan wajah yang tidak bahagia, dia mendatangi rumah bibinya yang berada di pinngir kota, jauh dari keramaian.
    Setelah melepas kengen, sambil menarik napas panjang, perempuan itu berkata, "Bibi,setelah anak-anak besar, saya merasa kesepian dan tidak bahagia. Saya merasakan kehidupan yang hampa dan tidak bermakna lagi."
     Sambil tersenyum bijak, tanpa berkomentar sedikitpun si bibi memanggil seorang perempuan, yang bekerja sebagai pembantu harian di rumah ini.
      "Mbak Anik. Ini keponakan ibu. Datang dari kota ingin mendengar kisah bahagia. Nah tolong diceritakan, bagaimana caranya menemukan kebahagian ? "
       Anik duduk dikursi yang ada didekat perempuan itu, lalu mulai bercerita dengan gaya bahasanya yang lugu dan sederhana. Suaranya jernih dan jelas.
       "Begini, Non. Saya pernah punya suami dan anak. Tetapi, suami saya meninggal karna kanker. Celakanya, tiga bulan kemudian putra tunggal saya menyusul bapaknya, meninggal ditabrak truk. Saat itu , saya tidak punya siapa pun. Saya enggak bisa tidur, engga enak makan, engga bisa tersenyum apalagi tertawa. Tiap hari selalu ada waktu untuk menangisi nasib saya yang jelek ini. Saya bahkan berpikiran untuk bunuh diri saja. Lalu suatu malam , waktu pulang kerja, seekor kucing mengikuti saya. Karna diluar dingin, saya membiarkan anak kucing itu masuk ke dalam rumah . Saya memberinya susu, yang langsung habis diminum. Anak kucing itu mengeong dan menggosok-gosokan badannya ke kaki saya. Untuk pertama kalinya dalam bulan itu, saya bisa tersenyum. Saya sendiri merasa keheranan, lalu berpikir, jika membantu seekor anak kucing saja bisa membuat saya tersenyum, mungkin melakukan sesuatu untuk orang lain bisa membuat saya bahagia. Jadi, hari berikutnya, saya membuat kue pisang dan memberikannya kepada tetangga yang sedang sakit dan tak bisa bangun dari tempat tidurnya. Dia sangat senang menerima pemberian saya dan kami pun sempat mengobrol dengan bahagia. Setiapa hari, saya mencoba berbuat baik, paling sedikit satu kali sehari berbuat baik. karna yang saya rasakan, saat melihat orang lain bahagia, saya jjuga merasa bahagia. Hari ini rasanya tidak ada orang yang bisa makan lahap dan tidur pulas seperti saya. Saya menemukan kebahagian ketika bisa membahagiakan orang lain."
     Mendengar cerita Anik, sontak perempuan kaya itu pun menangis. Ia sadar, ia punya segala sesuatu yang bisa dibeli dengan uang, tapi dia kehilangan hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang, kekayaan yang ia miliki ternyata tidak mampu membuatnya bahagia. 

Sumber : @DeptKesenian'13